Seorang gadis dari Pekalongan pernah mengajukan pertanyaan kepada seorang Kyai Rembang yaitu KH. Mustofa Bisri atau akrab dipanggil dengan Gus Mus. Gadis itu mengajukan pertanyaan seperti berikut :
Meski saya
percaya jodoh itu ada di tangan Tuhan, tetapi saya sering merasa khawatir jika
memikirkan masalah itu. Sebab seperti kita ketahui setiap orang tentu mencari
atau mendambakan seorang jodoh dari keluarga baik-baik.
Banyak saya
lihat contoh, mereka kebetulan punya cacat (aib) pada keluarga atau salah satu
anggota keluarganya, sulit mendapatkan jodoh.
Kebetulan saya
seorang gadis yang ada dalam keluarga saya yang memiliki sedikit cacat (aib). Sebenarnya
masalah ini tidak terjadi pada saya, tetapi pada beberapa saudara saya, yaitu
adanya perselisihan hingga terjadi hubungan yang kurang harmonis. Terus terang
saya jadi sedih dan malu sebab banyak orang luar yang sudah mengetahui aib
dalam keluarga saya itu. Saya sendiri tidak tahu apa sebenarnya penyebab
permasalahan tersebut. Apa yang saya lakukan selama ini hanya diam dan berusaha
agar tidak tampak memihak.
Yang saya mintakan tanggapan dan nasehat Bapak adalah hal-hal sebagai berikut :
- Haruskah saya menjadi korban dalam masalah jodoh akibat adanya aib dalam keluarga? Lalu apa yang harus saya lakukan?
- Apakah sikap saya selama ini (diam dan berusaha netral) tersebut sudah benar? Jika belum, apa pula yang harus saya lakukan?
- Jika suatu saat hidup berumah tangga, saya ingin menjadi istri yang berbakti kepada suami. Mohon dijelaskan kewajiban-kewajiban seorang istri kepada suaminya.
Demikianlah pertanyaan yang diajukan oleh sang gadis kepada Gus Mus.
إن في ذلك لأيات لقوم يتفكرون
(الروم: 21)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya; Dia menciptakan untuk kalian jodoh-jodoh dari sebangsa kalian sendiri agar kalian cenderung dan merasa damai kepadanya dan dijadikan-Nya antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sungguh di dalam hal itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum:21)
Nah jika
anda sendiri percaya bahwa “jodoh” itu ada di tangan Tuhan, mengapa harus
cemas? Kalau jodoh kata pepatah kita, biar asam di lingkungan darat, ikan di
lingkungan laut, akan bertemu juga di belanga. Asam di gunung, garam di laut,
bertemu di belanga.
Kata anda,
Anda banyak melihat mereka yang di dalam keluarganya terdapat aib, sulit
mendapatkan jodoh. Tetapi apakah anda tidak banyak melihat pula, mereka ada yang
mendapatkan jodoh meski di dalam keluarganya terdapat aib atau cacat? Jadi.
- Anda tidak harus menjadi “korban” dalam masalah jodoh akibat adanya sedikit aib di keluarga anda. Bahkan menurut saya, Anda tidak mesti harus menjadi korban dalam masalh jodoh akibat adanya sedikit aib di dalam diri Anda sekalipun. Apalagi saya menduga yang Anda maksud dengan aib atau cacat itu adalah aib dan cacat yang manusiawi sifatnya. Artinya setiap manusia bisa saja terkena aib atau cacat seperti itu. Dan boleh jadi karena keluhuran budi seseorang atau tradisi baik di lingkungannya, sedikit kekhilafan saja menimpa dirinya atau keluarganya sudah dianggapnya aib yang memalukan. Padahal kekhilafan itu sendiri dengan satu dan lain cara, bisa diperbaiki.
- Sikap netral anda sudah benar, bila memang anda sendiri tidak mampu (mungkin karena posisi dan kondisi anda tidak mendukung) melakukan perubahan atau perbaikan terhadap apa yang anda anggap aib tersebut. Karena melakukan perubahan atau perbaikan terhadap sesuatu, merupakan kewajiban bagi yang mampu. Terserah kemampuannya dengan tangan atau kekuasaan, dengan lisan atau dengan hati saja (netral).
- Suami dan istri masing-masing dihadapan pasangannya mempuanyai hak dan kewajiban. Saya senang anda lebih memikirkan kewajiban anda sebagai istri. Kewajiban istri, seperti juga kewajiban suami, itu banyak. Seperti harus setia dan taat kepada suami, menyayangi dan mendidik anak-anaknya dan seterusnya. Tapi menurut saya, pokoknya adalah bersama-sama suami menjaga keutuhan, kebahagiaan dan kejayaan keluarga. Kalau suami menjadi raja rumah tangga, maka sang istri adalah ratunya.
Demikianlah
jawaban yang diberikan oleh Gus Mus atas tiga pertanyaan si gadis tersebut. Semoga
dapat kita ambil ilmu dan hikmahnya.
Wassalam…
*Disadur dari buku Fikih Keseharian Gus Mus.